Rabu, 24 November 2010

FILSAFAT ILMU

BAB I
PENDAHULUAN

A.                               Latar Belakang Masalah
Seorang awam bertanya kepada ahli filsafat yang arif bijaksana, ”bagaimana caranya agar saya mendapat pengetahuan yang benar?. ”mudah saja”, jawab filsuf itu,” ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu”. Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kapastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui apa yang telah kita ketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas ini.
Ilmu merupakan pengetahuan yang digumuli sejak di bangku sekolah sampai pada pendidikan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri; Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?, Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar?
Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi sudut pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya, misalnya Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Selain itu membongkar tempat berpijak secara fundamental, inilah karakteristik yang keua dari berpikir filsafat yaitu mendasar.
Apakah yang sebenarnya ditelaah filsafat?
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia, mempersoalkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, diapun mulai merambah pertanyaan lainnya. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut dengan salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika) dan apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ini kemudian berkembang luas hingga saat ini yang melahirkan berbagai cabang kajian filsafat yang kita jumpai seperti filsafat politik, pendidikan dan agama.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti; Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi denga daya tangkap indera manusia yang membuahkan pengetahuan.
Untuk membedakan janis pengetahuan yang satu dari pengetahuan yang lain, maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui ketiga pertanyaan itu maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia.
A.                            Rumusan masalah
  1. Apa itu ilmu?
  2. Apa perbedaan antara ilmu dan sains
  3. Apa saja ciri-ciri ilmu itu?

B.                             Tujuan Pembahasan
  1. Memahami apa itu ilmu
  2. Memahami perbedaan antara ilmu dan sains
  3. Memahami tentang karekteristik ilmu
















BAB II
CIRI-CIRI / KARAKTERISTIK PENGETAHUAN ILMIAH (SAINS)

  1. Pengertian Sains (ilmu pengetahuan)
Menurut kamus  Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu  berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme– positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003).
Ilmu adalah pengetahuan yang sudah sistematis. ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode ini lah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran lainnya. Dengan perkataan lain, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. berkaitan dalam memecahkan masalah  Jika Ilmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu tersebut.
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religiond Science, 1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius, metafisic dan positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya orang mulai berspekulasi tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas yang digunakan diuji secara positif dalam prosesa verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik sains yang paling mendasar selain matematika.
  1. Ciri-Ciri Ilmu Pemgetahuan (Sains)
1.      Sistematis: ilmu pengatahuan harus mengandung saling pertalian yang sistematik dari fakta-fakta, harus disusun menjadi semacam system yang memiliki bagian-bagian penting dan hubungan-hubungan yang bermakna.
2.      General (keumuman) : ciri ini menunjukan wilayah cakupan bersifat umum.
3.      Rasional: ilmu tersebut bersumber dari pemikiran rasional, mematuhi kaidah-kaidah logika, penalaran yang tepat tanpa melibatkan faktor-faktor non rasional seperti perasaan dan emosi.
4.      Objektif: kebenaran berdasarkan pada data dan fakta atau realitas.
5.      Verifiable: pengetahuan ilmiah harus dapat di selidiki kembali atau terbuka untuk di uji oleh para peneliti.
6.      Komunal: menitik beratkan ilmu sebagai public knowledge (pengetahuan yang menjadi milik umum) diterima secara umum, menjadi kesepakatan pendapat rasional.
7.      Konsisten antar teori tidak bertentangan
8.      Eksplisit disepakati dapat universal, bukan hanya kecil
9.      Ilmiah, benar pembuktian dengan metode ilmiah.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu alam dan ilmu sosial dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu alam dan ilmu sosial di mana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuann yang sama. Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan. Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi  antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences). Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar